Aku berjalan menyusuri kabin pesawat dan berhenti pada seat 13C. Itu nomor seatku. kumasukkan tas ransel milikku ke bagasi kabin lalu duduk. Mataku masih berat sebab semalam tak pernah istirahat depan komputer dan hari ini adalah penerbanganku ke selayar mudik hari raya id adha. Maka seketika telah selesai kukencangkan seatbelt, kupejamkan mataku dan kukenakan penutup kepala jumper yang kukenakan sembari kunikmati alunan lagu melalui headset smartphoneku. sesekali kesadaranku kembali saat pesawat berguncang melewati awan.
Beberapa saat kemudian, kurasakan kantung kemihku serasa penuh. aku bermaksud beranjak menuju toilet. Namun mataku dibuat terperanjat menatap perempuan yang duduk disampingku. Azizah, perempuan itu adalah kekasihku dahulu. Tiba-tiba hasrat buang air menjadi pudar. sementara masib kutatapi wajahnya yang terlelap.
"Zah? " kubuka percakapanku meski agak canggung setelah kurang lebih 7 tahun tak berjumpa dengannya.
Azizah menoleh ke arahku. Dilepaskannya kacamata dan membenarkan jilbabnya.
"Danil?" ia rupanya juga tak menyangka bahwa orang se-seat dengannya adalah aku mantan kekasihnya yang ditinggal kawin karena perjodohan orang tuanya. Kusalami tangannya yang dingin dengan lembut. Sementara aku masih menata deru nafasku yang tiba-tiba menjadi tak teratur.
"Bagaimana kabarmu, Dan" tanya Azizah dengan tersenyum.
"Ba... baik" jawabku terbata oleh pengaruh deru dan degup jantungku.
"baik, kalo kamu dan suamimu gimana kabarnya" tanyaku balik.
Azizah memalingkan tatapannya dariku dan dipakainya kacamatanya kembali. Ia masih belum menjawab. Ia melap air mata yang muncul di ujung matanya.
"Panjang ceritanya... " jawabnya singkat membuatku bertanya-tanya.
Maka mulailah ia bertutur. suaminya meninggal 2 tahun yang lalu pada sebuah kecelakan kerja. berselang beberapa pekan setelah kepergian suaminya ia keguguran dan kehilangan bayinya yang dianugerahi tuhan setelah 5 tahun pernikannya dan berumur 2 bulan. Air matanya tumpa ruah dalam penuturan duka kehidupannya.
Ada gemuruh yang berkecamuk dalam hatiku melihat dia seolah rapuh seperti ini.
"aku minta, Zah. aku gak tahu kalo engkau diuji Allah"
"gak apa kok" jawabnya dengan air mata yang mulai reda.
memang setelah ia menikah dengan Rian Muslim suaminya, aku memutuskan seluruh komunikasiku dengannya. Bukan karena membencinya melainkan karena aku tak ingin mengusik dan juga hatiku terusik oleh dia yang kala itu tengah bahagia. Bagiku Azizah merima perjodohan bukanlah penghianatan, melainkan bentuk pengorbanan cintanya demi bakti kepada Ayah dan Ibunya. maka ketika itu aku sudahi semuanya, meski getir berusaha kutata hatiku. Bahkan kusempatkan hadir dipernikahannya kala itu. Ia kemudian ikut suaminya ke batam dan putuslah segala hal tentangku dan dia. Kemudian tanpa sengaja kami dipertemukan.
"Danil, aku minta maaf yah, karena dulu pergi dan meninggalkanmu" sesegukannya kembali terdengar.
"mungkin ini karma" sambungnya.
"Sudahlah, udah 7 tahun lalu juga. aku udah lupa dengan semuanya. lagian kan waktu aku ke pelaminanmu aku bilang aku ikhlas. aku ridho dan gak ada yang salah diantara kita".
"iya. hanya saja aku ingin katakan maaf ini dari dulu dan sekarang tersampaikan. lagian kamu ganti nomor, aku FB dihapus, instagram diblok". sambung azizah menatapku dan kali ini ada senyum yang saya lihat.
"emang segitu bencinya, Dan? " azizah seolah mengulik segala tanya dalam hatinya.
" gak pernah sedikitpun aku benci. Hanya saja itu caraku memilih ikhlaskanmu. agak aneh sih tapi sudahlah" jawabku memberikan senyum balik ke dia.
" Cinta menerima dan mengikhlaskan. menunggu dan beri kepastian. tak ada jejak benci bila ia pergi bersama hujan menggilas debu. sebab tangannya selalu terbuka menanti cinta kembali menapaki jalannya pulang". kalimat puitis mengalir dengan lembut dari mulutnya.
Aku tatap ia kembali sambil mendengarkan tiap potongan kalimat yang tak asing itu.
"Kamu baca Novel 'Jalan Pulang' juga?" tanyaku penasaran.
"iyalah, novel setenar itu orang tahu semua. Penulisnya Afdanil Musawwir. Penulis pendatang baru yang karyanya banyak jadi buah bibir kalangan remaja. Aku boleh minta tanda tangan penulis aslinya, gak?" Disodorkannya sebuah novel 'Jalan Pulang' kepadaku.
"apaan sih. lebai tahu gak" Kutanda tangani halaman depan novel itu dan kubalikkan kembali bersama ballpointnya.
"novel ini yang membuatku tegar dengan semua dukaku, Dan. Kalimat-kalimatnya seolah dibuat khusus buatku. Maka doaku tak henti agar aku dipertemukan denganmu secara langsung. Allah jawab doaku".
aku tak menjawab kalimat-kalimatnya. Jujur Azizah adalah inspirasi besar dari Novel saya. Isi dari novel itu adalah rangkuman segala harapan pada cinta yang kandas kala itu. Hanya saja semua telah beda. Mungkin getar ini bukanlah cinta. Aku tak tahu. Allah mampu membolak-balikkan hati sebagaimana kapas pada gurun luas.
Kuraih sesuatu pada ranselku dan kuberikan pada Azizah.
"Datang yah di hari pernikahanku". kusodorkan undangan warna ungu itu kepadanya.
Ia mengambilnya dengan pelan. Menatap tulisan 'Danil & Arina'.
Ada rintik air mata yang hendak jatuh pada matanya. Sementara aku lebih dahulu menyeka air mataku.
Pesawat kami pun mendarat di bandara Aroeppala Selayar dengan mulus melewati awan dan meninggalkan cerita kami berdua diketinggian tadi. Pada akhirnya cinta menapaki jalannya untuk pulang dengan membawa takdir masing-masing.
...
Beberapa saat kemudian, kurasakan kantung kemihku serasa penuh. aku bermaksud beranjak menuju toilet. Namun mataku dibuat terperanjat menatap perempuan yang duduk disampingku. Azizah, perempuan itu adalah kekasihku dahulu. Tiba-tiba hasrat buang air menjadi pudar. sementara masib kutatapi wajahnya yang terlelap.
"Zah? " kubuka percakapanku meski agak canggung setelah kurang lebih 7 tahun tak berjumpa dengannya.
Azizah menoleh ke arahku. Dilepaskannya kacamata dan membenarkan jilbabnya.
"Danil?" ia rupanya juga tak menyangka bahwa orang se-seat dengannya adalah aku mantan kekasihnya yang ditinggal kawin karena perjodohan orang tuanya. Kusalami tangannya yang dingin dengan lembut. Sementara aku masih menata deru nafasku yang tiba-tiba menjadi tak teratur.
"Bagaimana kabarmu, Dan" tanya Azizah dengan tersenyum.
"Ba... baik" jawabku terbata oleh pengaruh deru dan degup jantungku.
"baik, kalo kamu dan suamimu gimana kabarnya" tanyaku balik.
Azizah memalingkan tatapannya dariku dan dipakainya kacamatanya kembali. Ia masih belum menjawab. Ia melap air mata yang muncul di ujung matanya.
"Panjang ceritanya... " jawabnya singkat membuatku bertanya-tanya.
Maka mulailah ia bertutur. suaminya meninggal 2 tahun yang lalu pada sebuah kecelakan kerja. berselang beberapa pekan setelah kepergian suaminya ia keguguran dan kehilangan bayinya yang dianugerahi tuhan setelah 5 tahun pernikannya dan berumur 2 bulan. Air matanya tumpa ruah dalam penuturan duka kehidupannya.
Ada gemuruh yang berkecamuk dalam hatiku melihat dia seolah rapuh seperti ini.
"aku minta, Zah. aku gak tahu kalo engkau diuji Allah"
"gak apa kok" jawabnya dengan air mata yang mulai reda.
memang setelah ia menikah dengan Rian Muslim suaminya, aku memutuskan seluruh komunikasiku dengannya. Bukan karena membencinya melainkan karena aku tak ingin mengusik dan juga hatiku terusik oleh dia yang kala itu tengah bahagia. Bagiku Azizah merima perjodohan bukanlah penghianatan, melainkan bentuk pengorbanan cintanya demi bakti kepada Ayah dan Ibunya. maka ketika itu aku sudahi semuanya, meski getir berusaha kutata hatiku. Bahkan kusempatkan hadir dipernikahannya kala itu. Ia kemudian ikut suaminya ke batam dan putuslah segala hal tentangku dan dia. Kemudian tanpa sengaja kami dipertemukan.
"Danil, aku minta maaf yah, karena dulu pergi dan meninggalkanmu" sesegukannya kembali terdengar.
"mungkin ini karma" sambungnya.
"Sudahlah, udah 7 tahun lalu juga. aku udah lupa dengan semuanya. lagian kan waktu aku ke pelaminanmu aku bilang aku ikhlas. aku ridho dan gak ada yang salah diantara kita".
"iya. hanya saja aku ingin katakan maaf ini dari dulu dan sekarang tersampaikan. lagian kamu ganti nomor, aku FB dihapus, instagram diblok". sambung azizah menatapku dan kali ini ada senyum yang saya lihat.
"emang segitu bencinya, Dan? " azizah seolah mengulik segala tanya dalam hatinya.
" gak pernah sedikitpun aku benci. Hanya saja itu caraku memilih ikhlaskanmu. agak aneh sih tapi sudahlah" jawabku memberikan senyum balik ke dia.
" Cinta menerima dan mengikhlaskan. menunggu dan beri kepastian. tak ada jejak benci bila ia pergi bersama hujan menggilas debu. sebab tangannya selalu terbuka menanti cinta kembali menapaki jalannya pulang". kalimat puitis mengalir dengan lembut dari mulutnya.
Aku tatap ia kembali sambil mendengarkan tiap potongan kalimat yang tak asing itu.
"Kamu baca Novel 'Jalan Pulang' juga?" tanyaku penasaran.
"iyalah, novel setenar itu orang tahu semua. Penulisnya Afdanil Musawwir. Penulis pendatang baru yang karyanya banyak jadi buah bibir kalangan remaja. Aku boleh minta tanda tangan penulis aslinya, gak?" Disodorkannya sebuah novel 'Jalan Pulang' kepadaku.
"apaan sih. lebai tahu gak" Kutanda tangani halaman depan novel itu dan kubalikkan kembali bersama ballpointnya.
"novel ini yang membuatku tegar dengan semua dukaku, Dan. Kalimat-kalimatnya seolah dibuat khusus buatku. Maka doaku tak henti agar aku dipertemukan denganmu secara langsung. Allah jawab doaku".
aku tak menjawab kalimat-kalimatnya. Jujur Azizah adalah inspirasi besar dari Novel saya. Isi dari novel itu adalah rangkuman segala harapan pada cinta yang kandas kala itu. Hanya saja semua telah beda. Mungkin getar ini bukanlah cinta. Aku tak tahu. Allah mampu membolak-balikkan hati sebagaimana kapas pada gurun luas.
Kuraih sesuatu pada ranselku dan kuberikan pada Azizah.
"Datang yah di hari pernikahanku". kusodorkan undangan warna ungu itu kepadanya.
Ia mengambilnya dengan pelan. Menatap tulisan 'Danil & Arina'.
Ada rintik air mata yang hendak jatuh pada matanya. Sementara aku lebih dahulu menyeka air mataku.
Pesawat kami pun mendarat di bandara Aroeppala Selayar dengan mulus melewati awan dan meninggalkan cerita kami berdua diketinggian tadi. Pada akhirnya cinta menapaki jalannya untuk pulang dengan membawa takdir masing-masing.
...
0 komentar:
Posting Komentar